Tugas Pendidikan Kewarganegaraan
AKSI TERORISME KELOMPOK SANTOSO
Nama Abu Wardah Santoso alias Santoso sudah tak asing lagi di telinga masyarakat
Indonesia. Ia kini menjadi wajah baru terorisme di tanah air sekaligus buron
nomor satu kepolisian Indonesia. Bahkan namanya telah masuk dalam daftar
teroris internasional yang dirilis Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat. Asal
usul pimpinan kelompok ekstrimis
Mujahiddin Indonesia Timur (MIT) itu sesungguhnya tidak lepas dari
kelompok-kelompok islam militan di masa lalu. Santoso diketahui pernah menjadi
komando kelompok Jemaah Ansharut Tauhid (JAT) pimpinan Abu Bakar Ba'asyir yang
dibentuk pada tahun 2008.
Sejumlah kelompok kecil yang merupakan jaringan teroris Santoso di Palu,
Sulawesi Tengah telah menjadi target operasi Satuan Petugas Operasi Camar Maleo
sejak 2014 lalu. Santoso dan kelompoknya diyakini bertanggungjawab atas beberapa aksi perampokan, penculikan,
pembunuhan, dan bom bunuh diri di sejumlah wilayah di Indonesia. Menurut
informasi yang berkembang, kelompok Santoso merupakan aktor utama dalam
penembakan anggota Polri di kantor bank BCA Palu dan peledakan bom di Korowouw
pada tahun 2011. Tahun 2012 kelompok Santoso juga diyakini bertanggungjawab
atas tewasnya 2 anggota Polri yaitu Andi Sapa dan Sudirman, aksi bom Pos Lantas
Smaker, penyerangan patroli Brimob di Kalora, Mapolsek Poso Pesisir Utara,
serta bom Pos Natal Pasar Sentral, Poso.
Daftar
panjang kejahatan Santoso dan kelompoknya tidak hanya menyebabkan kerugian
material namun juga korban jiwa baik bagi masyarakat sipil maupun aparat
keamanan. Sepanjang tahun 2013 hingga 2014 silam, kelompok Santoso
mendalangi aksi bom bunuh diri di Polres Poso, bom di Mapolres Palu dan
Mapolsek Palu Timur, hingga penculikan warga di Sedoa dan Tamadue, serta
pembunuhan warga di Taunca. Aksi kelompok ini semakin kejam dan biadab, jauh
dari ajaran agama dengan pembunuhan 3 warga sipil di Taunca dan 3 warga Sausu
dengan cara dipenggal, serta penembakan yang menewaskan 2 anggota kepolisian
yaitu Iptu Bryan T. dan Serma Zainudin tahun 2015.
Merupakan
hal yang wajar jika aparat keamanan Indonesia menjadikan prioritas utama dalam
operasi keamanan gabungan Polri dan TNI di bawah naungan Operasi Tinombala yang
dimulai awal Januari 2016, mengingat profil dan jejak kejahatan kelompok Santoso
yeng semakin merajalela. Kelompok Santoso tidak hanya menjadi ancaman bagi
aparat keamanan tetapi juga ancaman bagi masyarakat luas. Tepat jika
dikatakan kelompok Santoso yang di dalamnya juga terdapat sejumlah warga negara
asing asal Uighur, Cina sebagai ancaman internasional. Kelompok ini juga
menggalang dukungan jaringan teroris internasional, sehingga tidak bisa
dibiarkan berkembang di Indonesia dan harus segera ditumpas apapun resiko yang
dipertaruhkan.
Menumpas
jaringan tersebut adalah harga mati. Pasalnya, nama Santoso cukup membawa
pengaruh bagi kelompok ekstremis lain di luar Poso. Bahkan, aksi teror bom di
Jalan Thamrin, Jakarta pada pertengahan Januari lalu diketahui terkait dengan
jaringan ini. Dengan mengakhiri petualangan Santoso dan kelompoknya diharapkan
menutup salah satu episentrum persemaian paham terorisme di Tanah Air. Namun ternyata
penumpasan terhadap kelompok Santoso ini bukanlah perkara yang mudah. Dengan
wilayah gerilya mencapai 60 kilometer persegi ditambah sulitnya medan belantara
membuat operasi yang digelar sejak 10 Januari lalu terpaksa diperpanjang hingga
dua kali. Bahkan kini Polri kembali memperpanjang masa operasi.
Kondisi
ini mencerminkan kuatnya tekad aparat keamanan untuk menumpas kelompok Santoso hingga
tuntas. Dari 39 anggota jaringan yang bergerilya di hutan dan menjadi target
buruan, kini dikabarkan tinggal tersisa 24 orang. Polri dan BNPT diyakini telah
memetakan jaringan terorisme yang ada di Indonesia. Pemetaan ini penting
dilakukan guna merespons pergeseran yang terjadi di dalam jaringan terorisme
dan kelompok radikal baik dalam lingkup global maupun lokal. Pemetaan yang
dilakukan BNPT menjadi pintu masuk perburuan dan penumpasan jaringan teroris
yang menjadi tugas Polri melalui Densus Antiteror. Dengan demikian, ancaman
aksi teror dapat dicegah.
Selain
pencegahan dalam konteks menumpas jaringan teroris yang tak kalah penting
adalah mengatasi akar penyebab terorisme dan menghilangkan kondisi yang
mengundang terorisme tumbuh subur. Hal ini menjadi elemen penting dari
pencegahan. Dengan meniadakan lahan subur dengan sendirinya terorisme dan
radikalisme tak dapat tumbuh di Tanah Air. Dukungan dari masyarakat berupa informasi dan sebagainya juga
sangat dibutuhkan demi tercapainya tujuan bersama yaitu NKRI yang aman dan
damai.
Komentar
Posting Komentar